Halaman

Minggu, 06 Maret 2016

Faktor lingkungan terhadap pertumbuhan bakteri




Pertumbuhan mikroba pada umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba selain menyediakan nutrient yang sesuai untuk kultivasinya, juga diperlukan faktor lingkungan yang memungkinkan pertumbuhan mikroba secara optimum. Mikroba tidak hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi menunjukkan respon yang menunjukkan respon yang
berbeda-beda. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe mikroba diperlukan suatu kombinasi nutrient serta faktor lingkungan yang sesuai (Pelczar & Chan, 1986).
Factor lingkungan yang mempengaruhi diantaranya adalah
1.      Tekanan Osmotik
Pengaruh tekanan osmosik pada pertumbuhan bakteri disebabkan karena adanya perbedaan tekanan osmosis di dalam dan di luar sel yang akan menyebabkan gangguan pada sistem metabolisme di dalam sel bakteri jika lingkungan mempunyai tekanan osmosis yang besar akan dapat mengganggu metabolisme dalam sel.  Meskipun demikian beberapa jenis bakteri dan juga mikroba lainnya ada yang mempunyai ketahanan terhadap tekanan osmosis tinggi, misalnya mikroba golongan osmofilik.(Waluyo,2005)
Pada umumnya mikrobia terhambat pertumbuhannya di dalam larutan yang hipertonis. Karena sel-sel mikrobia dapat mengalami plasmolisa. Didalam larutan yang hipotonis sel mengalami plasmoptisa yang dapat di ikuti pecahnya sel. Beberapa mikrobia dapat menyesuaikan diri terhadap tekanan osmose yang tinggi; tergantung pada larutanya dapat dibedakan jasad osmofil dan halofil atau halodurik. Medium yang paling cocok bagi kehidupan bakteri ialah medium yang isotonik terhadap isi sel bakteri. Jika bakteri di tempatkan di dalam suatu larutan yang hipertonik terhadap isi sel, maka bakteri akan mengalami plasmolisis. Larutan garam atau larutan gula yang agak pekat mudah benar menyebabkan terjadinya plasmolisis ini. Sebaliknya, bakteri yang ditempatkan di dalam air suling akan kemasukan air sehingga dapat menyebabkan pecahnya bakteri, dengan kata lain, bakteri dapat mengalami plasmoptisis. Berdasarkan inilah maka pembuatan suspense bakteri dengan menggunakan air murni itu tidak kena, yang digunakan seharusnyalah medium cair.Jika perubahan nilai osmosis larutan medium tidak terjadi sekonyong konyong, akan tetapi perlahan-lahan sebagai akibat dari penguapan air, maka bakteri dapat menyesuaikan diri, sehingga tidak terjadi plasmolisis secara mendadak. (Waluyo,2005)
Tekanan osmosis sebenarnya sangat erat hubungannya dengan kandungan air. Apabila mikroba diletakkan pada larutan hipertonis, maka selnya akan mengalami plasmolisis, yaitu terkelupasnya membran sitoplasma dari dinding sel akibat mengkerutnya sitoplasma. Apabila diletakkan pada larutan hipotonis, maka sel mikroba akan mengalami plasmoptisa, yaitu pecahnya sel karena cairan masuk ke dalam sel, sel membengkak dan akhirnya pecah. (Pelczar dan Chan,2006)
 Berdasarkan tekanan osmose yang diperlukan dapat dikelompokkan menjadi (1) mikroba osmofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar gula tinggi, (2) mikroba halofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar garam halogen yang tinggi, (3) mikroba halodurik, adalah kelompok mikroba yang dapat tahan (tidak mati) tetapi tidak dapat tumbuh pada kadar garam tinggi, kadar garamnya dapat mencapai 30 %. (Pelczar dan Chan,2006)
Contoh mikroba osmofil adalah beberapa jenis khamir. Khamir osmofil mampu tumbuh pada larutan gula dengan konsentrasi lebih dari 65 % (aw = 0,94). Contoh mikroba halofil adalah bakteri yang termasuk Archaebacterium, misalnya Halobacterium. Bakteri yang tahan pada kadar garam tinggi, umumnya mempunyai kandungan KCl yang tinggi dalam selnya. Selain itu bakteri ini memerlukan konsentrasi Kalium yang tinggi untuk stabilitas ribosomnya. Bakteri halofil ada yang mempunyai membran purple bilayer, dinding selnya terdiri dari murein, sehingga tahan terhadap ion Natrium.(Waluyo,2005)
Medium yang paling cocok bagi kehidupan bakteri adalah medium yang isotobik terhadap isi sel bakteri. Jika bakteri ditempatkan di dalam suatu larutan hipertonik terhadap isi sel, maka bakteri akan mengalami plasmolisis. Larutan garam atau larutan gula yang agak pekat mudah benar menyebabkan terjadinya plasmolisis ini. Sebaliknya, bakteri yang ditempatkan di dalam air suling akan kemasukan air sehingga dapat menyebabkan pecahnya bakteri dengan kata lain bakteri dapat mengalami plasmoptisis. Jika perubahan nilai osmosis larutan medium tidak terjadi, akan tetapi perlahan – lahan sebagai akibat dari penguapan air, maka bakteri dapat menyesuaikan diri, sehingga tidak terjadi plasmolosis secara mendadak. (Dwidjosepoetro, 1995)
Osmosis adalah difusi melintasi semipermiabel yang memisahkan dua macam larutan dengan konsentrasi solut yang berbeda. Proses ini cenderung untuk menyamakan konsentrasi solut pada kedua sisi membran tersebut. Pada sel hewan yang tidak mempunyai dinding yang kaku, dapat teramati penyusutan sel yang sesungguhnya sebagai akibat plasmolisis. Bakteri memiliki dinding sel yang kaku yang dapat mempertahankan perubahan tekanan osmosik, sehingga biasanya tidak menunjukkan perubahan bentuk ataupun ukuran yang menyolok bila terjadi plasmolisis atau plasmoptisis.(Pelczar dan Chan,2006)
2.      Desinfektan
Selain faktor suhu dan antibiotik, pertumbuhan mikrobia juga sangat dipengaruhi oleh senyawa kimia. Beberapa senyawa kimia dapat menghambat pertumbuhan mikrobia. Senyawa kimia yang dapat penghambat pertumbuhan bakteri atau mikrobia disebut desinfektan. Hambatan yang ditimbulkan oleh desinfektan adalah menyebabkan presipitasi protein sel, koagulasi protein sel dan oksidasi senyawa-senyawa penyusun protoplasma dan beberapa zat lain. Desinfektan dapat berupa deterjen, alkali, alkohol, aldehid, asam, fenol dan kresol, klorin arsenik, sulfonamide, cat, dan iodin (Pelczar and Chan, 1986).
Desinfektan adalah bahan kimia yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Faktor utama yang menentukan bagaimana desinfektan bekerja adalah kadar dan suhu desinfektan, waktu yang diberikan kepada desinfektan untuk bekerja, jumlah dan tipe mikroorganisme yang ada, dan keadaan bahan yang didesinfeksi. Jadi terlihat sejumlah faktor harus diperhatikan untuk melaksanakan tugas sebaik mungkin dalam perangkat suasana yang ada. Desinfeksi adalah proses penting dalam pengendalian penyakit, karena tujuannya adalah perusakan agen – agen patogen. Berbagai istilah digunakan sehubungan dengan agen – agen kimia sesuai dengan kerjanya atau organisme khas yang terkena. Mekanisme kerja desinfektan mungkin beraneka dari satu desinfektan ke yang lain. Akibatnya mungkin disebabkan oleh kerusakan pada membran sel atau oleh tindakan pada protein sel atau pada gen yang khas yang berakibat kematian atau mutasi (Volk dan Wheeler, 1993).
Umumnya bakteri yang muda itu kurang daya tahannya terhadap desinfektan daripada jenis bakteri yang lebih tua. Pekat encernya konsentrasi, lamanya waktu dibawah pengaruh desinfektan merupakan beberapa faktor-faktor yang perlu dipertimbangakan pula. kenaikan yag terjadi pada temperatur menambah daya desinfektannya. Selanjutanya, medium dapat juga menawar daya desinfektan susu, plasma darah, dan zat-zat yang lain yang serupa dengan protein, sering berperan melindungi bakteri terhadap pengaruh desinfektan tertentu. Zat-zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan suatu bakteri dapat dibagi atas jenis garam-garam logam, fenol, dan senyawa-senyawa sejenis (Dwidjoseputro 2010: 99).
Alkohol merupakan zat yang paling efektif dan dapat diandalkan sabagai senyawa untuk sterilisasi dan desinfektan. Senyawa alkohol mendenaturasi protein dengan jalan dehidrasi, dan juga merupakan suatu pelarut lemak. Oleh karena itu, membran sel akan menjadi rusak, dan enzim-enzim akan diinaktifkan oleh senyawa alkohol. Etanol murni kirang daya bunuhnya terhadap suatu mikroorganisme. Jika dicampur dengan air murni, efeknya akan menjadi lebih baik. Alkohol (50-70 %) banyak dipergunakan sebagai desinfektan (Waluyo 2005: 135).
banyaknya macam sel-sel mikroorganisme yang harus dimusnahkan. Kalaupun ada suatu desinfektan yang ideal, maka zat tersebut haruslah memilikiserangakai sifat yang hebat pula. Tidaklah akan pernah dijumpai jenis satupun persenyawaan yang memiliki sifat-sifat demikian. Spesifikasi yang diuraikan dapat diusahakan untuk mencapai penyiapan jenis senyawa-senyawa antimicrobial (Pelczar 2009: 487).
Desinfektan adalah bahan yang digunakan untuk melaksanakan desinfeksi. Seringkali sebagai sinonim digunakan istilah antiseptik, tetapi pengertian desinfeksi dan desinfektan biasanya ditujukan terhadap benda-benda mati, seperti lantai, piring, pakaian. Zat-zat yang menghambat pembiakan mikroorganisme dengan tiada membunuhnya dinamakan antiseptik. Antiseptik dan desinfektan dapat merupakan zat yang sama tetapi berbeda dalam cara penggunaannya. Atiseptik digunakan pada jaringan hidup, sedangkan desinfektan digunakan untuk bahan-bahan tidak bersenyawa (Irianto 2006: 76).
3.      Logam
Ion-ion dari beberapa logam berat dalam konsentrasi yang sangat rendah berdaya meracuni bakteri. Daya ini dapat dilihat apabila sekeping tembaga atau perak yang bersih ditaruh didalam cawan petri kemudian dituangi dengan Nutrient Agar yang sebelumnya telah diinokulasi dengan bakteri. Sesudah diinkubasikan selama 48 jam akan terlihat bermacam-macam zona pertumbuhan. Zona dimana koloni tidak dapat tumbuh disebut zona oligodinamis.
Logam juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikrobia. Hal ini karena logam mempunyai daya oligodinamik yaitu daya bunuh logam pada kadar yang sangat rendah. Daya ini timbul karena logam dapat mempresipitasikan enzim-enzim atau protein  esensial dalam sel. Logam berat yang umum dipakai adalah Hg, Ag, As, Zn, dan Cu(Prescott et.al, 2008).
Logam  mempunyai sifat racun, iritasi pada jaringan, korosi pada logam sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat karena menyebabkan presipitasi protein. Hal ini disebabkan logam berikatan dengan enzim sulfihidril. Saat berikatan, enzim ini akan bersifat inaktif sedangkan enzim ini berperan dalam proses metabolisme mikrobia. Sehingga proses metabolisme menjadi terganggu dan pertumbuhan mikrobia menjadi terhambat bahkan mati.
Selain logam berat, ada ion-ion lain yang dapat mempengaruhi kegiatan fisiologi mikroba, yaitu ion sulfat, tartrat, klorida, nitrat, dan benzoat. Ion-ion tersebut dapat mengurangi pertumbuhan mikroba tertentu. Oleh karena itu sering digunakan untuk mengawetkan suatu bahan, misalnya digunakan dalam pengawetan makanan. Ada senyawa lain yang jugamempengaruhi fisiologi mikroba, misalnya asam benzoat, asam asetat, dan asam sorbat.
Daftar Pustaka
file:///D:/PENGARUH%20FAKTOR%20LINGKUNGAN%20FISIK%20TERHADAP%20PERTUMBUHAN%20MIKROORGANISME%20_%20Laporan%20Praktikum%20Mikrobiologi.htm
Anonimous. 2006. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba.
(http://rachdie.blogsome.com/2006/10/14/faktor-yang-mempengaruhi-pertumbuhan-mikroba/). (27-03-2011).
Darkuni, N. 2001. Mikrobiologi. Malang: JICA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar