Pertumbuhan
mikroba pada umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan
fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba selain menyediakan nutrient yang sesuai
untuk kultivasinya, juga diperlukan faktor lingkungan yang memungkinkan
pertumbuhan mikroba secara optimum. Mikroba tidak hanya bervariasi dalam
persyaratan nutrisinya, tetapi menunjukkan respon yang menunjukkan respon yang
berbeda-beda. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe mikroba diperlukan
suatu kombinasi nutrient serta faktor lingkungan yang sesuai (Pelczar &
Chan, 1986).
Factor
lingkungan yang mempengaruhi diantaranya adalah
1. Tekanan
Osmotik
Pengaruh
tekanan osmosik pada pertumbuhan bakteri disebabkan karena adanya perbedaan
tekanan osmosis di dalam dan di luar sel yang akan menyebabkan gangguan pada sistem
metabolisme di dalam sel bakteri jika lingkungan mempunyai tekanan osmosis yang
besar akan dapat mengganggu metabolisme dalam sel. Meskipun demikian beberapa jenis bakteri dan
juga mikroba lainnya ada yang mempunyai ketahanan terhadap tekanan osmosis
tinggi, misalnya mikroba golongan osmofilik.(Waluyo,2005)
Pada
umumnya mikrobia terhambat pertumbuhannya di dalam larutan yang hipertonis.
Karena sel-sel mikrobia dapat mengalami plasmolisa. Didalam larutan yang
hipotonis sel mengalami plasmoptisa yang dapat di ikuti pecahnya sel. Beberapa
mikrobia dapat menyesuaikan diri terhadap tekanan osmose yang tinggi;
tergantung pada larutanya dapat dibedakan jasad osmofil dan halofil atau
halodurik. Medium yang paling cocok bagi kehidupan bakteri ialah medium yang
isotonik terhadap isi sel bakteri. Jika bakteri di tempatkan di dalam suatu
larutan yang hipertonik terhadap isi sel, maka bakteri akan mengalami
plasmolisis. Larutan garam atau larutan gula yang agak pekat mudah benar
menyebabkan terjadinya plasmolisis ini. Sebaliknya, bakteri yang ditempatkan di
dalam air suling akan kemasukan air sehingga dapat menyebabkan pecahnya
bakteri, dengan kata lain, bakteri dapat mengalami plasmoptisis. Berdasarkan
inilah maka pembuatan suspense bakteri dengan menggunakan air murni itu tidak
kena, yang digunakan seharusnyalah medium cair.Jika perubahan nilai osmosis
larutan medium tidak terjadi sekonyong konyong, akan tetapi perlahan-lahan
sebagai akibat dari penguapan air, maka bakteri dapat menyesuaikan diri,
sehingga tidak terjadi plasmolisis secara mendadak. (Waluyo,2005)
Tekanan
osmosis sebenarnya sangat erat hubungannya dengan kandungan air. Apabila
mikroba diletakkan pada larutan hipertonis, maka selnya akan mengalami
plasmolisis, yaitu terkelupasnya membran sitoplasma dari dinding sel akibat
mengkerutnya sitoplasma. Apabila diletakkan pada larutan hipotonis, maka sel
mikroba akan mengalami plasmoptisa, yaitu pecahnya sel karena cairan masuk ke
dalam sel, sel membengkak dan akhirnya pecah. (Pelczar dan Chan,2006)
Berdasarkan tekanan osmose yang diperlukan
dapat dikelompokkan menjadi (1) mikroba osmofil, adalah mikroba yang dapat
tumbuh pada kadar gula tinggi, (2) mikroba halofil, adalah mikroba yang dapat
tumbuh pada kadar garam halogen yang tinggi, (3) mikroba halodurik, adalah
kelompok mikroba yang dapat tahan (tidak mati) tetapi tidak dapat tumbuh pada
kadar garam tinggi, kadar garamnya dapat mencapai 30 %. (Pelczar dan Chan,2006)
Contoh
mikroba osmofil adalah beberapa jenis khamir. Khamir osmofil mampu tumbuh pada
larutan gula dengan konsentrasi lebih dari 65 % (aw = 0,94). Contoh mikroba
halofil adalah bakteri yang termasuk Archaebacterium, misalnya Halobacterium.
Bakteri yang tahan pada kadar garam tinggi, umumnya mempunyai kandungan KCl
yang tinggi dalam selnya. Selain itu bakteri ini memerlukan konsentrasi Kalium
yang tinggi untuk stabilitas ribosomnya. Bakteri halofil ada yang mempunyai
membran purple bilayer, dinding selnya terdiri dari murein, sehingga tahan
terhadap ion Natrium.(Waluyo,2005)
Medium
yang paling cocok bagi kehidupan bakteri adalah medium yang isotobik terhadap
isi sel bakteri. Jika bakteri ditempatkan di dalam suatu larutan hipertonik
terhadap isi sel, maka bakteri akan mengalami plasmolisis. Larutan garam atau
larutan gula yang agak pekat mudah benar menyebabkan terjadinya plasmolisis
ini. Sebaliknya, bakteri yang ditempatkan di dalam air suling akan kemasukan
air sehingga dapat menyebabkan pecahnya bakteri dengan kata lain bakteri dapat
mengalami plasmoptisis. Jika perubahan nilai osmosis larutan medium tidak
terjadi, akan tetapi perlahan – lahan sebagai akibat dari penguapan air, maka
bakteri dapat menyesuaikan diri, sehingga tidak terjadi plasmolosis secara
mendadak. (Dwidjosepoetro, 1995)
Osmosis
adalah difusi melintasi semipermiabel yang memisahkan dua macam larutan dengan
konsentrasi solut yang berbeda. Proses ini cenderung untuk menyamakan
konsentrasi solut pada kedua sisi membran tersebut. Pada sel hewan yang tidak
mempunyai dinding yang kaku, dapat teramati penyusutan sel yang sesungguhnya sebagai
akibat plasmolisis. Bakteri memiliki dinding sel yang kaku yang dapat
mempertahankan perubahan tekanan osmosik, sehingga biasanya tidak menunjukkan
perubahan bentuk ataupun ukuran yang menyolok bila terjadi plasmolisis atau
plasmoptisis.(Pelczar dan Chan,2006)
2. Desinfektan
Selain
faktor suhu dan antibiotik, pertumbuhan mikrobia juga sangat dipengaruhi oleh
senyawa kimia. Beberapa senyawa kimia dapat menghambat pertumbuhan mikrobia.
Senyawa kimia yang dapat penghambat pertumbuhan bakteri atau mikrobia disebut
desinfektan. Hambatan yang ditimbulkan oleh desinfektan adalah menyebabkan
presipitasi protein sel, koagulasi protein sel dan oksidasi senyawa-senyawa
penyusun protoplasma dan beberapa zat lain. Desinfektan dapat berupa deterjen,
alkali, alkohol, aldehid, asam, fenol dan kresol, klorin arsenik, sulfonamide,
cat, dan iodin (Pelczar and Chan, 1986).
Desinfektan
adalah bahan kimia yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Faktor utama yang menentukan bagaimana desinfektan bekerja
adalah kadar dan suhu desinfektan, waktu yang diberikan kepada desinfektan
untuk bekerja, jumlah dan tipe mikroorganisme yang ada, dan keadaan bahan yang
didesinfeksi. Jadi terlihat sejumlah faktor harus diperhatikan untuk
melaksanakan tugas sebaik mungkin dalam perangkat suasana yang ada. Desinfeksi
adalah proses penting dalam pengendalian penyakit, karena tujuannya adalah
perusakan agen – agen patogen. Berbagai istilah digunakan sehubungan dengan
agen – agen kimia sesuai dengan kerjanya atau organisme khas yang terkena.
Mekanisme kerja desinfektan mungkin beraneka dari satu desinfektan ke yang
lain. Akibatnya mungkin disebabkan oleh kerusakan pada membran sel atau oleh
tindakan pada protein sel atau pada gen yang khas yang berakibat kematian atau
mutasi (Volk dan Wheeler, 1993).
Umumnya
bakteri yang muda itu kurang daya tahannya terhadap desinfektan daripada jenis
bakteri yang lebih tua. Pekat encernya konsentrasi, lamanya waktu dibawah
pengaruh desinfektan merupakan beberapa faktor-faktor yang perlu dipertimbangakan
pula. kenaikan yag terjadi pada temperatur menambah daya desinfektannya.
Selanjutanya, medium dapat juga menawar daya desinfektan susu, plasma darah,
dan zat-zat yang lain yang serupa dengan protein, sering berperan melindungi
bakteri terhadap pengaruh desinfektan tertentu. Zat-zat yang dapat membunuh
atau menghambat pertumbuhan suatu bakteri dapat dibagi atas jenis garam-garam
logam, fenol, dan senyawa-senyawa sejenis (Dwidjoseputro 2010: 99).
Alkohol
merupakan zat yang paling efektif dan dapat diandalkan sabagai senyawa untuk
sterilisasi dan desinfektan. Senyawa alkohol mendenaturasi protein dengan jalan
dehidrasi, dan juga merupakan suatu pelarut lemak. Oleh karena itu, membran sel
akan menjadi rusak, dan enzim-enzim akan diinaktifkan oleh senyawa alkohol.
Etanol murni kirang daya bunuhnya terhadap suatu mikroorganisme. Jika dicampur
dengan air murni, efeknya akan menjadi lebih baik. Alkohol (50-70 %) banyak
dipergunakan sebagai desinfektan (Waluyo 2005: 135).
banyaknya
macam sel-sel mikroorganisme yang harus dimusnahkan. Kalaupun ada suatu
desinfektan yang ideal, maka zat tersebut haruslah memilikiserangakai sifat
yang hebat pula. Tidaklah akan pernah dijumpai jenis satupun persenyawaan yang
memiliki sifat-sifat demikian. Spesifikasi yang diuraikan dapat diusahakan
untuk mencapai penyiapan jenis senyawa-senyawa antimicrobial (Pelczar 2009:
487).
Desinfektan
adalah bahan yang digunakan untuk melaksanakan desinfeksi. Seringkali sebagai
sinonim digunakan istilah antiseptik, tetapi pengertian desinfeksi dan
desinfektan biasanya ditujukan terhadap benda-benda mati, seperti lantai,
piring, pakaian. Zat-zat yang menghambat pembiakan mikroorganisme dengan tiada
membunuhnya dinamakan antiseptik. Antiseptik dan desinfektan dapat merupakan
zat yang sama tetapi berbeda dalam cara penggunaannya. Atiseptik digunakan pada
jaringan hidup, sedangkan desinfektan digunakan untuk bahan-bahan tidak
bersenyawa (Irianto 2006: 76).
3. Logam
Ion-ion
dari beberapa logam berat dalam konsentrasi yang sangat rendah berdaya meracuni
bakteri. Daya ini dapat dilihat apabila sekeping tembaga atau perak yang bersih
ditaruh didalam cawan petri kemudian dituangi dengan Nutrient Agar yang
sebelumnya telah diinokulasi dengan bakteri. Sesudah diinkubasikan selama 48
jam akan terlihat bermacam-macam zona pertumbuhan. Zona dimana koloni tidak
dapat tumbuh disebut zona oligodinamis.
Logam
juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikrobia. Hal ini karena logam
mempunyai daya oligodinamik yaitu daya bunuh logam pada kadar yang sangat
rendah. Daya ini timbul karena logam dapat mempresipitasikan enzim-enzim atau
protein esensial dalam sel. Logam berat
yang umum dipakai adalah Hg, Ag, As, Zn, dan Cu(Prescott et.al, 2008).
Logam
mempunyai sifat racun, iritasi pada
jaringan, korosi pada logam sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat
karena menyebabkan presipitasi protein. Hal ini disebabkan logam berikatan
dengan enzim sulfihidril. Saat berikatan, enzim ini akan bersifat inaktif
sedangkan enzim ini berperan dalam proses metabolisme mikrobia. Sehingga proses
metabolisme menjadi terganggu dan pertumbuhan mikrobia menjadi terhambat bahkan
mati.
Selain
logam berat, ada ion-ion lain yang dapat mempengaruhi kegiatan fisiologi
mikroba, yaitu ion sulfat, tartrat, klorida, nitrat, dan benzoat. Ion-ion
tersebut dapat mengurangi pertumbuhan mikroba tertentu. Oleh karena itu sering
digunakan untuk mengawetkan suatu bahan, misalnya digunakan dalam pengawetan
makanan. Ada senyawa lain yang jugamempengaruhi fisiologi mikroba, misalnya
asam benzoat, asam asetat, dan asam sorbat.
Daftar
Pustaka
file:///D:/PENGARUH%20FAKTOR%20LINGKUNGAN%20FISIK%20TERHADAP%20PERTUMBUHAN%20MIKROORGANISME%20_%20Laporan%20Praktikum%20Mikrobiologi.htm
Anonimous.
2006. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba.
(http://rachdie.blogsome.com/2006/10/14/faktor-yang-mempengaruhi-pertumbuhan-mikroba/).
(27-03-2011).
Darkuni,
N. 2001. Mikrobiologi. Malang: JICA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar