Halaman

Kamis, 01 Oktober 2015

Pemeriksaan Rematoid Factor (RF) semi kuantitatif



Pemeriksaan Rematoid Factor (RF) semi kuantitatif


 








DISUSUN OLEH :
ANINDITA RUKMANA D                       P17434113005
BIDARA RIANI                                         P17434113006
CLAUDIA PRAMUDYA N                      P17434113007
DEWI KEN SETYO NEGARI                 P17434113008
SRI TANTI EKA PUTRI S                       P17434113034
REGULER A / SEMESTER IV


PROGRAN STUDI DIII ANALIS KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2014/2015

 
I.              Judul
Pemeriksaan Rematoid Factor (RF) semi kuantitatif
II.           Tanggal
          Senin, 21 April 2015
III.        Tujuan
untuk mengetahui adanya RF dalam serum
IV.        Metode
Test slide aglutinasi lateks secara semi kuantitatif
V.           Prinsip kerja
antibody RF (serum) + Reagen latex (anti-antibodi) = aglutinasi

VI.        Landasan teori
Factor rematoid (RF) petama kali ditemukan oleh Wolker (1940), dan Rose et.al(1948), sebagai immunoglobulin dalam sera penderita dengan arthritis trematoid yang dapat mengaglutinasi sel darah merah domba yang di lapisi IgG kelinci. Factor rematoid adalah suatu antibody (IgG,atau IgA) yang ditunjukan terhadap IgG (anti IgG), dan berbentuk dalam stadia yang agak lanjut daroi penyakit arthritis rematoid; biasanya setelah penderita penyakit lebih dari stengah tahun. Pathogenesis dari penyakit arthritis rematoid, dan mekanisme pembentukan factor rematoid masih belum diketahui dengan tepat (masih merupakan hipotensis). Arthritis rematoid adalah suatu penyakit radang sendi yang di timbulkan oleh suatu kelainan pada proses regulasi imun (immune regulation) yang kelainan imunopatologisnya disebabkan oleh kegagalan dalam koordinasi dari beberapa fungsi imunitas mediasi seluler (cell mediated immunity) terhadap suatu antigen di dalam sendi(intra-arthicular) yang berasal dari luar. Antigen penyakit ini sampai sekarang belum diketahui dengan tepat, dan oleh karena itu sering di sebut antigen x. Akhir-akhir ini sering-sering dikemukakan bahwa ada hubungan yang positif, antara arthritis rematoid dan infeksi dengan virus Epstein-Barr(EBV). Antigen x yang masuk kedalam sendi akan diproses oleh beberapa sel imunokompeten dari sinovia sendi sehingga merangsang pembentukan anti bodi terhadap antigen x tersebut. Antibody yang dibentuk dalam beberapa sendi ini terutama dari kelas lgG walaupun kelas dari Ab yang lain juga terbentuk. Pada beberapa penderita dengan arthritis rematoid, secara genetic, didapatkan adanya kelainan dari sel liimfosit T-Suppressor-nya sehingga tidak dapat menekan sel limposit T-Helper. Dengan akibat timbulnya rangsangan yang berlebihan pada sel plasma sehingga terjadi pembentukan antibody yang berlebihan pula. Dalam jangkka waktu yang lama hal ini akan menyebabkan gangguan glikosilsi lgG sehingga terbentuk lgG yang abnormal, dan menimbulkan pembentukan otoantibodi yang dikenal sebagai factor rematoid (lgG,lgA, lgE, lgM, dan anti lgG)lgG yang abnormal tersebu akan difagositosis oleh magrofag atau APC yang lain. Didalam APC ,lgG tersebut akan diproses namun pada orang normal tidak menimbulkan respon imun sebab bahan yang berasal dari tubuh sendiri tidak dapat membangkitkan molekul kostimulatoris B7 pada permukaan APC sehingga tidak dapat terikat pada molekul CD28. Pada penderita rematoid arthritis,oleh karena HLA-nya terjadi peningkatan kadar molekul kostimulatoris B7-1 dan B7-2, sehingga dapat mengikat molekul CD-28 dan menimbulkan respon imun CD4 Th 2 yang menghasilkan otoantibodi ,yaitu anti-lgG atau factor rematoid. Umumnya factor rematoid baru terbentuk setelah penderita menderita penyakit lebih dari 6 bulan , tetapi dapat pula terjadi lebih awal atau sesudah waktu yang lama. Dalam tahap selanjunya antibody tersebut (terutama lgG) akan mengadakan ikatan dengan antigen x dalam bentuk kompleks imun lgG. Kompleks imun ya ng terjadi akan mengaktifkan komplomen dan menimbulkan kemotaksin yang menarik leukosit polimorfonukleat (PMN) ke tempat proses.PMN ini akan menadakan fagositosis kompleks imun tersebut, dan mengalami kerusakan atau mati dengan akibat pengeluaran enzim lysozim yang dapat merusak tulang rawan sendi. Pengendapan kompleks imun disertai komplomen pada dinding sendi juga dapat menyebabkan kerusakan sendi. Beberapa peneliti melaporkan bahwa jaringan sinovia sendi (sel dendritik abnormal) yang mengalami artrutis rematoid mengeluarkan enzim collagenase dalam jumlah yang cukup besar sehingga dapat menyebabkaan kerusakn tulang rawan sendi yang tak dapat pulih lagi (irreversible).

VII.     Alat dan bahan
Alat :   1. Slide
            2. tabung reaksi
            3. klinipet
            4. blue tip dan yellow tip
            5. rak tabung
            6. sentrifuge
            7. batang pengaduk

Bahan : 1. serum darah
              2. Reagen latex
      3. control (+), (-)

VIII.  Cara kerja
1.    Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.    Siapkan tabung reaksi untuk pengenceran 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32 dst
3.    Dari masing-masing tabung ambil 50 µl.
4.    Tambahkan masing-masing reagen latex 100 µl.
5.    Pada slide yang lain buat control positif dan control negatif sebagai pembanding dengan cara
Slide 1 control positif + reagen latex
Slide 2 control negatif + reagen latex
6.    Campur dengan gerakan memurat beberapa detik hingga campuran tersebut menyebar keseluruh tubuh arah lingkaran
7.    Putar perlahan selama 2 menit dan amati aglutinasi yang terjadi
IX.        Hasil pengamatan
Hasil pemeriksaan
Kelompok
Hasil
1 & 2
1/512
3 & 4
1/512
5 & 6
1/32
7 & 8
1/32

Interpretasi hasil       :
·       Positif : terjadi aglutinasi
·       Negatif : tidak terjadi aglutinasi
Titer yang didapat 32 x 8 = 257 IU/ml

X.           Pembahasan
Awal terjadinya infeksi pada penderita RA terjadi pada daerah persendian. Sel-sel yang mengalami inflamasi akan menyebabkan Ab masuk ke dalam rongga sinovial. Sel tersebut melepaskan enzim lisosomal yang berakibat merusak bagian Fc pada Ig G sehingga terbentuk determinan antigenik (neoantigen). Sebagai respon terhadap neoantigen maka dibentuk Ab dari Ig G dan Ig M. Antibodi ini disebut RF = “ Autoantibodi “, yang dapat membentuk suatu kompleks Ag-Ab dengan Ig G secara lokal di dalam atau diendapkan di dalam sinovial (Harti, 2006).
Prinsip pemeriksaan ini adalah reagen RF mengandung partikel latex yang dilapisi dengan gamma globulin manusia. Ketika reagen yang dicampur dengan serum yang mengandung RF pada level yang lebih besar dari 8,0 IU/ml maka pada partikel akan terjadi aglutinasi. Hal ini menunjukkan reaksi positif pada sampel terhadap RF. Dan harus dilakukan pemeriksaan secara semi kuantitatif untuk mengetahui titernya.
Titer RF yang tinggi belum tentu selalu mencerminkan aktivitas penyakit tersebut, tetapi biasanya ada kaitannya dengan rheumatoid nodul, penyakit yang parah, vaskulitis dan prognosis yang jelek. Meskipun test RF dapat membantu menentukan diagnosis, tetapi bukan test yang spesifik untuk RA. RF dapat ditemukan pada penyakit jaringan penyambung lain (misalnya sistemik lupus eritematous, skleroderma, dermatomiositis), juga pada sebagian kecil (3-5%) masyarakat normal. Pada masyarakat normal, sero positif ini semakin meningkat sesuai dengan lanjutnya usia, sebanyak 15-20% dari mereka yang berusia diatas 60 mempunyai RF positif yang titernya rendah. Darah juga dapat ditest untuk mengetahui apakah laju endap darahnya meningkat. Ini merupakan suatu tanda yang tidak spesifik adanya peradangan. Pasien penderita RA mungkin juga menderita anemia. Cairan sinovial yang normal merupakan cairan kuning muda yang jernih dengan jumlah leokosit kurang dari 200 sel per millimeter kubik. Karena proses peradangan yang terjadi dalam sendi kasus RA, maka cairan sinovial kehilangan viskositasnya sedangkan jumlah leukosit meningkat sampai 5000-50.000 per millimeter kubik,sehingga cairan tampak keruh. Pada orang dewasa, uji utama yang membedakan RA adalah uji RF serum. Karena dengan bertambahnya usia maka semakin besar kemungkinan ditemukan kadar RF yang rendah. Pada anak-anak, diagnosis pasti dari RA, tapi harus menunggu timbulnya manifestasi sendi. Pencetusan penyakit sering menyerupai pencetusan proses penyakit infeksi akut dengan demam tinggi, ruam, leukositosis dan laju endap darah yang cepat.

XI.        Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan Rematoid Factor (RF) semi kuantitatif, dapat diketahui bahwa sampel positif dan didapatkan titer sebesar 257 IU/ml.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar